Trisno, kelahiran Dusun Tanon, Semarang 12 Oktober 1981 ini memang luar biasa. Ia adalah pemuda pertama di kampungnya yang berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana. Setelah menamatkan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Surakarta, jurusan Sosiologi, Trisno bertekad kembali ke kampungnya yang miskin.
Sebagian besar penduduk Dusun Tanon adalah peternak sapi perah dan petani. Tapi Trisno lebih memilih fokus mengembangkan dusunnya dengan beralih ke pariwisata. Terobosan yang ia lakukan dengan mengajak para warga untuk sadar wisata dan mengolah dusun mereka menjadi dusun wisata.
Agar mudah dikenal dan dikenang, Trisno membuat brand Dusun Tanon dengan sebutan “Desa Menari”. Mereka yang berkunjung ke Desa Menari akan disajikan berbagai kesenian di antaranya penampilan tari Topeng Ayu, Kuda Debog, Kuda Kiprah dan Warok Kreasi yang dibawakan penduduk dari orang tua hingga anak-anak Dusun Tanon.
Dalam tiga tahun perjalanannya, desa wisata ini sudah menghasilkan Rp 250 juta, itu belum termasuk pendapatan perorangan dari hasil penjualan produk mereka.
Trisno yakin desa wisata di Dusun Tanon akan lebih meningkat, ia akan menyajikan berbagai kegiatan baru, yakni sedang merancang wisata peternakan. Dengan banyaknya pekerjaan yang bisa dilakukan di kampungnya, Trisno berharap para pemuda tidak lagi menjadi buruh di tempat lain, tapi bisa bekerja di kampung sendiri.